E-Sport menjadi industri yang populer di Indonesia. Sebagai ruang akomodasi dan menyalurkan hobi, kehadiran E-Sport dalam kurikulum sekolah menjadi trend baru yang digandrungi pelajar, SMA Excellent Al-Yasini melaksanakan grand launching ekstrakurikuler E-Sport pada Rabu, (02/02/2022).
Pada era globalisasi ini tidak dapat dihindarkan lagi pengaruh kemajuan teknologi serta kemajuan pada bidang internet di kalangan masyarakat umum terutama E-Sport. Perkembangan E-Sport di dunia semakin pesat seiring kemajuan teknologi yang semakin canggih, banyaknya turnamen E-Sport yang bermunculan di seluruh dunia membuktikan bahwa peminat E-Sport semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Menurut data Global Games Market Report 2021, Indonesia menempati posisi 17 pasar game terbesar dengan pertumbuhan yang sangat cepat. Keseriusan Pemerintah Indonesia dalam industri game yang masuk dari salah satu sub-sektor ekonomi kreatif ini, E-Sport dijadikan sebagai salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan pada kegiatan olahraga seperti Piala Menpora, Piala Presiden, Pekan Olahraga Nasional (PON) hingga SEA Games.
“Keberadaan E-Sport saat ini bukan hanya ajang bermain game untuk siswa, melalui ruang ini kami komitmen melahirkan generasi muda yang memiliki kemampuan bersaing di dunia E-Sport dan dapat meningkatkan atensi dan semangat belajar siswa” ungkap Akhmad Munif selaku Kepala Sekolah.
Istilah E-Sport mengacu pada competitive tournament video game, terutama di kalangan gamer profesional. Game kompetitif atau disebut dengan “E-Sport”. E-Sport merupakan singkatan dari electronic sport yang artinya suatu kegiatan adu ketangkasan antara individu maupun kelompok yang tidak terbatas hanya pada kegiatan fisik namun menggunakan alat yang fungsinya secara elektronik. Melihat berkembangnya E-Sport terutama di kalangan anak-anak sampai dewasa, Pemerintah Indonesia melihat peluang untuk mengembang E-Sport menjadi bidang Pendidikan lewat Kementrian Pemuda dan Olahraga, melalui Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (FORMI) akhirnya memutuskan bahwa Indonesia E-Sport Association (IESPA) secara resmi diakui pemerintah pada 2014 silam. Dengan adanya bahasan tentang kurikulum E-Sport, maka pemerintah perlu merancang dan mempertimbangkan aspek aspek yang menjadi bagian dari E-Sport seperti pengajar, murid, fasilitas, dan lain sebagainya.
Menanggapi hal tersebut, Akhmad Munif mengungkapkan bahwa peran guru dalam pembelajaran pada perkembangan E-Sport ini dibutuhkan sebagai orientasi baru dalam pendidikan yang menekankan pada konstruksi aktif siswa melalui pencarian berbagai macam informasi serta sumber-sumber lainnya yang berguna untuk kehidupan mereka dalam berbagai situasi. Orientasi baru ini memfokuskan pada kegiatan pembelajaran yang menuntut motivasi diri siswa (self-motivated) dan pengaturan diri sendiri (self-regulated). Hal ini diperlukan dalam rangka konstruksi pengetahuan dan pengalaman yang bisa diterapkan dalam konteks-konteks tertentu yang dihadapi siswa. Peran guru dalam pembelajaran yang menekankan pada kreativitas dan inisiatif, selain itu guru berperan dalam pembelajaran yang menekankan pada interaksi dan kerja sama; masyarakat yang telah mencapai tingkat spesialisasi yang tinggi dengan beragam profesi, membutuhkan interaksi yang lebih luas serta kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan.
“Adanya ruang ekstrakurikuler E-Sport dalam kurikulum sekolah ini, kami sudah menyiapkan SDM unggul guru yang memiliki bekal dan pemahaman mengenai E-Sport baik komponen pembelajaran, strategi, media pembelajaran, dan penyiapan fasilitas pendukung” sambungnya.
Sanjaya (2006), peran guru dalam pembelajaran era digital ada tujuh yakni: (1) guru sebagai sumber belajar; (2) guru sebagai fasilitator; (3) guru sebagai pengelola; (4) guru sebagai demonstrator; (5) guru sebagai pembimbing; (6) guru sebagai motivator; (7) guru sebagai elevator.
Senada dengan itu, Akhmad Munif menjelaskan bahwa peran guru atau pengajar dalam memberikan pendidikan karakter, moral dan keteladanan tidak bisa digantikan dengan alat dan teknologi secanggih apapun. Lebih lanjut ia mengutip dari Jack Ma dalam pertemuan tahunan World Economic Forum 2018, bahwa pendidikan adalah tantangan besar abad ini. Jika tidak mengubah cara mendidik dan belajar-mengajar, 30 tahun mendatang kita akan mengalami kesulitan besar.
“Saatnya menggenggam dunia bersama kami Digitalpreneur School” pungkasnya.